Kamis, 03 Maret 2011

Rangkuman

PENGANTAR HISTORIOGRAFI
Aan Abdurachman

I. Garis besar Historiografi Indonesia
Secara garis besar Historigrafi Indonesia dibagi kedalam beberapa tahap, yaitu: Tradisional (sudut pandang etno-sentris), Kolonial (euro-sentris, neerlando-sentris) dan Indonesia Modern (Indonesia-sentris).
1.1           Historiografi Tradisional (HT)
Sejarah dari penulisan sejarah perlu dipelajari untuk mengetahui latar belakang sejarah, budaya masyarakat yang menulis sejarah. Karya sejarah merupakan refleksi gambaran masyarakat pada jamannya. Mempelajari kondisi jaman ketika penulisan sejarah (kultuurgebundenheit) dan waktu dalam penulisan sejarah (zeitgebundenheit). 
Historiografi tradisional memliki ciri-ciri antara lain:
·         Mitologis : berasal dari kata mythos yang artinya dongeng Mitos menceritakan masa lalu yang tidak jelas dan kejadian yang tidak masuk akal bagi orang masa kini.  Contoh: Kedatangan Ajisaka ke pulau Jawa sebagai patokan penanggalan kalender oleh Sultan Agung. Pada waktu itu, Ajisaka dianggap sebagai ksatria yang telah mengalahkan raja Dewatacengkar (raksasa pemakan manusia). Di Sumatera ada cerita tentang kedatangan raja Iskandar Zulkarnain di bukit Siguntang yang kemudian menurunkan raja-raja di Sumatera. Dalam babad Tanah Jawa diceritakan bahwa raja-raja Mataram keturunan para Nabi di satu pihak dan keturunan tokoh-tokoh pewayangan di pihak lain.
·         Religio-magis: historiografi tradisional yang menceritakan tindakan-tindakan tidak dari manusia, tetapi dari dewa-dewa, jadi merupakan teogoni dan kosmogoni yang menerangkan kekuatan-kekuatan alam dan mempersonifikasikan sebagai dewa.
·         Istanasentris : Historiografi tradisional mempunyai fungsi sosial-psikologis, yaitu untuk memberi masyarakat suatu kohesi, antara lain dengan memperkuat kedudukan dinasti yang menjadi pusat kekuatannya. Kedudukan sentralnya adalah raja yang disebut rajasentrisme, scope spsialnya menimbulkan regiosentrisme, sehingga dijumpai dua bentuk subjektivitas yang langsung mencerminkan kondisi sosio-kultural masyarakat tradisional. 
Fungsi historiografi tradisional pada zamanya adalah untuk melanggengkan kekuasaan suatu dinasti, misalnya sejarah suatu dinasti ditulis setelah berdirinya dinasti yang bersangkutan. Fungsi historiografi tradisional antara lain:
·         legitimasi kekuasaan;
·         Melanggengkan dinasti
·         Warisan generasi
·         Sejarah resmi suatu kerajaan
·         Bagian dari tugas dari pujangga istana sebagai tugas sakral karena pada umumnya hisitoriografi tradisional dibuat oleh kalangan istana, sehingga bersifat sastra, elitis, sakral dan tidak menyebar ke luar istana. Misalnya penulisan sejarah untuk orang Jawa bukan ditujukan untuk menampilkan fakta sejarah, karena hanya karya sastra dengan gaya bahasa yang sangat tinggi. Uraiannya tidak kronologis dan tidak detal, karena fungsinya untuk legitimasi kekuasaan sutau dinasti.
Beberapa contoh historiografi tradisional:
·         Babad Tanah Jawa
·         Babad Dipanegara
·         Sejarah Melayu
·         Pararaton
·         Negarakertagama
·         Purwaka Caruban Nagari
Beberapa pendapat tentang Historiografi Tradisional:
·         F. De Haan : orang Jawa memiliki kesadaran sejarah yang tinggi, sehingga tidak mungkin karya sejarah tradisional berupa karya “bohong”. “Babad Tanah Jawi” merupakan kompilasi tradisi/sastra lisan yang dituliskan;
·         C.C. Berg menganalisis Historiografi Tradisional dari perspektif agama, sastra magi, filologi dan budaya. Berdasarkan analisisnya, C.C. Berg meragukan fakta sejarah dalam Historiografi Tradsioanal, karena sastra magi yang diciptakan oleh para pujangga kraton sengaja dibuat untuk mendukung raja (dinasti) yang baru., misalnya cerita tentang Ken Arok yang dianggap anak dewa sehingga berhak menjadi raja;
·         H. J. De Graaf dalam kajiannya tentang “Babad Palihan Negari” mempercayai fakta sejarah dalam babad tersebut dengan mengkaji secara historis, teknis, sastra dan (fungsi) politik. Menurutnya,  babad tersebut sama dengan tradisi arsip orang Belanda, meskipun ada unsur legitimasi sebuah dinasti;
·         Husein Djajadiningrat yang mengkaji tentang Sejarah Banten secara tekstual, filologis dan antropologis (tradisi) mengatakan, bahwa ada fakta sejarah walaupun tidak akurat dalam tahun, karena angka memiliki makna simbolis.
·         Dalam tradisi Historiografi Tradisional di Sulawesi Selatan dikenal cerita tentang “To Manurung” yang menceritakan tentang orang yang datang dari atas (langit) dan layak diangkat menjadi raja. Cerita tersebut tersebar dari mulut ke mulut dan diwariskan ke generasi berikutnya. Mitos tersebut dalam upaya  mencari legitimasi kekuasaan dinasti yang berkuasa dan upaya menjadikannya sebagai tokoh untuk mempersatukan suku-suku di Sulawesi Selatan agar mengakui satu kekuasaannya. Menurut H.J. Noorduyn, Hsitoriografi Tradsional di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa masyarakat di daerah itu:
-          sudah mengenal tradisi mencatat
-          kronik: buku harian
-          non mitologis
-          sumber-sumber sejarah ditulis dalam lontar
-          non-sakral
1.2           Hsitoriografi Kolonial (HK).
Perkembangan historiografi Indonesia tidak dapat dilepaskan dari literatur historiografis yang dihasilkan oleh sjarawan kolonial, seperti Belanda. Belanda memiliki tradisi yang cukup lama dalam kegiatan studi sejarah, misalnya mata pelajaran Koloniale Geschiedenis di Universitas Utrecht. Pokok bahasannya lebih ditekankan pada peranan bangsa Belanda di tanah seberang, termasuk Indonesia. Ciri-ciri sejarah kolonial antara lain:

a.        Menurut H.J. De Graaf ciri-ciri HK:
·         tidak menggunakan sumber pribumi
·         tidak mengenal suasana pribumi
·         sangat mengunggulkan bangsa Eropa/Belanda sebagai bangsa yang maju
·         Elitis dan tidak populis
b.        Menurut Sartono Kartodirdjo fungsi HK adalah sebagai legitimasi kekuasaan dan ekspansi kolonial Belanda di Indonesia. Sedangkan ciri-ciri HK antara lain:
·         Nederlandosentris/Eropasentris : Historiografi kolonial memfokuskan pada peran (aktifitas) bangsa Belanda di Hindia Belanda (Indonesia) sebagai subjek. Bangsa Indonesia lebih berperan pasif, karena baru disebut jika berhubungan dengan bangsa Belanda
·         Pax Neerlandika (pax = peace, damai) : Historiografi kolonial mengambarkan bahwa pembentukan Negara Hindia Belanda merupakan upaya menciptakan perdamaian (tertib sosial) di seluruh kepulauan Nusantara yang sebelumnya diwarnai perang antar kerajaan/antar suku. Dengan demikian penaklukan wilayah-wilayah di nusantara sebagai suatu kejayaan bangsa Eropa dalam memelihara perdamaian di nusantara
·         Demitologisasi dan mitologisasi : Melepaskan diri dari mitos yang ada dalam sejarah tradisional
·         Sejarah Indonesia menjadi kepanjangan sejarah Belanda/Eropa
·         Kontinuitas dan diskontinuitas, karena model babad atau historiografi tradisional masih ditulis ketika Belanda datang, seperti: Babad Diponegoro yang ditulis 1830. Historiografi kolonial tidak mempercayai sumber-sumber pribumi karena dianggapnya penuh dengan mitos sehingga tidak mengenal suasana masyarakat pribumi.
c.        Menurut J.C. van Leur:
Beberapa ahli Belanda menolak pandangan Neerlando-sentris, seperti: J.C. van Leur, Indonesian Trade and Society. Dalam buku tersebut, van Leur berpendapat bahwa VOC berdagang di wilayah Nusantara yang sudah memiliki tradisi berdagang juga. Sampai dengan abad ke-17, armada laut VOC masih sebanding dengan armada para pedagang Nusantara, sehingga bangsa Timur tidak lebih terbelakang dari bangsa Barat/Eropa. Menurut Van Leur :
·         Teori tentang penjajahan Hindu tidak benar;
·         Teori Brahmana tidak benar;
·         Bangsa-bangsa di Timur (termasuk Indonesia) tidak lebih terbelakang daripada bangsa Eropa.
Beberapa contoh Historiografi Kolonial:
·         Francois Valentijn (1726): Beschreving van Grot Djawa of te Java Major;
·         G. P. Rouffaer en J. W. Ijzerman (1925): De Eerste schipvaart der Nederlanders naar Oost-Indie onder Cornelis de Houtman 1595-1597
·         W.F. Stapel tentang Geschiedenis van Nederlandsch-Indie (6 jilid). Ia menguaraikan Sejarah Indonesia disamakan  dengan sejarah Eropa yang dibagi dalam tiga periode, yaitu:
a.  Jaman Kuno
b. Jaman Pertengahan (di Indonesia tidak ada ciri-ciri yang menunjukkan jaman pertengahan)
c. Jaman Baru
Sedangkan Prof. Sartono berpendapat bahwa di Indonesia hanya mengenal 2 (dua) peride sejarah, yaitu:
a. Jaman Kuno (Prasejarah) yang berakhir pada masa Hindu dan Budha ketika mulai melemah dengan kejatuhan kerajaan Majapahit; dan
b. Jaman Baru (dengan titik tolak penemuan bukti tradisi tulis dan datangnya pengaruh Islam yang mulai tersebar).
1.3           Historiografi Modern (HM) di Indonesia antara lain:
Penulisan sejarah yang konvensional dianggap kurang memenuhi kebutuhan masyarakat, karena lebih cenderung naratif, deskriptif dan probleemloos. Oleh karena itu historiografi modern yang menggunakan metode sejarah ilmiah merupakan jawaban terhadap kekurangan dari historiografi konvensional. Perkembangan historiografi modern  di Indonesia tidak berlangsung dalam bidang sejarah sendiri, tetapi berkembang dari ilmu sosial lain. Sebagai contoh adalah karya Husein Djajadiningrat, Critische Beschouwingen van de Sejarah Banten, pada hakekatnya adalah studi filologis yang menggunakan suatu karya dari historiografi tradisional sebagai objek dan sekaligus sumber sejarah. Husein Djajadiningrat adalah  putra Indonesia pertama yang menggunakan metode kritis sejarah. Dalam mengadakan sintesa untuk merekonstruksi sejarah sejarahwan menghadapi dua kemungkinan:
·         Ada input besar dari data, sedangkan kapasitas menginterpretasikan rendah.  Untuk itu diperlukan skill lebih untuk penganalisa yang membuat data;
·         Bila tidak ada data, padahal timbul urgensi, ada kemungkinan membuat sintesa yang berderajat tinggi, seperti falsafah spekulatif.
Ciri-ciri Historigrafi Indonesia modern antara lain:
1) Indonesia-sentris
2) Bersifat populis
3) Bersifat nasio-sentris
4) Rasional dan analitis (menggunakan sumber yang lengkap dan berimbang, demitologisasi/berdasar fakta sejarah, analisis dengan berbagai pendekatan)
5) Menjangkau semua kehidupan
Fungsi sejarah modern di Indonesia antara lain
·         Identitas bangsa Indonesia
·         Perkembangan/proses perjuangan menuju integrasi bangsa
·         Pengetahuan tentang masa lalu
Perkembangan Historiografi Indonesia-modern meliputi :
1) Sejarah Nasional, sejarah integrasi suatu bangsa. Sejarah nasional Indonesia mengarah pada integrasi bangsa Indonesia. Berkaitan dengan kekuasaan pusat dari jaman ke jaman. Peristiwa di “lokal” berdampak pada pusat kekuasaan atau policy, contoh: perang Aceh, perang Diponegoro. Sejarah lokal adalah sejarah yang terjadi di tingkat lokal, namun tidak berdampak pada macro-policy, contoh: gejolak-gejolak daerah.
2) Sejarah Nasionalistik, yaitu sejarah yang bertujuan untuk membangkitkan nasionalisme bangsa Indonesia, misalnya pada akhir masa Jepang dan awal kemerdekaan dengan gejala sejarah yang tampak, tetapi lebih bersifat subyektif. Di samping itu, sejarah nasionalistik memitoskan bangsa Indonesia yang berjuang melawan kolonialisme sejak kedatangan bangsa Barat ke nusantara sampai dengan tercapainya kemerdekaan, sehingga obyektivitas kurang ditonjolkan.
Pada tahun 1950-1960an bangsa Indonesia memerlukan penyadaran sebagai bangsa yang “merdeka”, sehingga lahir buku-buku sejarah yang nasionalistik. Setelah periode ini berakhir, mulai muncul pemikiran untuk penulisan sejarah yang lebih rasional, termasuk sejarah local sehingga keunikan masing-masing daerah dapat dumunculkan.
Perkembangan historiografi Indonesia modern perlu dekonstruksi yaitu merombak kemapanan. Karya-karya sejarah sebelumnya lebih mencerminkan dampak pengaruh idologi nasionalisme. Ideologi nasionalisme masih kuat dalam sejarah Indonesia, khususnya terkait dengan kekuasaan kolonial, yang menindas. Misalnya, bajak laut pada waktu revolusi dianggap sebagai anti kolonial, bukan alasan kriminal. Begitu juga dengan sejarah perang Aceh, Diponegoro, Paderi yang sebenarnya lebih tampak konflik antar kelompok atau kepentingan, bukan perlawanan kepada kolonial semata.
Pada awal abad ke-21, muncul “gugatan” terhadap tradisi penulisan sejarah yang masih diliputi oleh ideologi nasionalisme. Penulisan terhadap peran semua kelompok dan strata dalam posisi yang “wajar”, yang didukung oleh sumber yang seimbang dan “tuntas”, sangat diperlukan untuk mendukung visi “Indonesia-sentris”.  Penulisan sejarah tidak lepas dari “keberpihakan”. Penulisan sejarah sangat dipengaruhi oleh situasi politik, budaya, sosial, dan sebagainya. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana sejarawan mendayagunakan kemampuannya untuk menggunakan sumber sejarah dan tidak memanipulasinya untuk kepentingan tertentu, misalnya kepentingan politik atau ekonomi.
Perkembangan ilmu sejarah modern memerlukan pendekatan ilmu sosial lain dalam metode analitisnya. Hal ini untuk memperluas cakrawala studi sejarah Indonesia di satu pihak dan memberi perlengkapan alat-alat analitis yang lebih efektif pada pihak lain. Pendekatan Ilmu sosial dalam Metodologi Sejarah diperlukan karena berbagai sebab, yaitu:
·         Sejarah deskriptif-naratif sudah tidak memuaskan lagi untuk menjelaskan berbagai maslah  atau gejala yang serba komplek;
·         pendekatan multidimensional atau social scientific adalah yang paling tepat untuk dipergunakan  sebagai cara menggarap permasalahan gejala tersebut di atas;
·         Ilmu-ilmu sosial telah mengalami perkembangan pesat, sehingga dapat menyediakan konsep dan teori yang merupakan alat analitis yang relevan untuk analisa suatu peristiwa sejarah;
·         Studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian hal-hal yang informatif, seperti apa (what), siapa (who), kapan (when) dan dimana (where). Akan tetapi, studi sejarah juga mempelajari bagaimana (how) dan mengapa (why) suatu peristiwa sejarah terjadi. Hal ini karena studi sejarah mempelajari juga berbagai struktur masyarakat, pola kelakuan, kecenderungan proses dalam berbagai bidang dan lain-lain. Semuanya itu menuntut analisa yang tajam dan mampu mengektrapolasikan fakta, unsur, pola dan sebagainya.
Setelah periode ini (nasio-sentris) berakhir, mulai dipikirkan penulisan sejarah yang lebih rasional dan analitis dengan menggunakan pendekatan multidimensional, seperti mulai dikembangkannya sejarah “akar rumput”, termasuk sejarah lokal. Menurut Sartono Kartodirdjo (1982: 14-15), Sejarah dari historiografi tidak mengutamakan substansi factual dari proses sejarah. Akan tetapi lebih memusatkan kepada pikiran-pikiran histories dalam konteks cultural untuk mempertinggi kemampuan kita membuat pandangan (self-reviewing), perbaikan (self-correcting) dan penilaian artinya.
 Contoh-contoh Historiografi Modern antara lain:
·         Critische Beschouwingen van de Sejarah Banten (Husein Djajadiningrat)
·         Pemberontakan Petani Banten Tahun 1888 (Sartono Kartodirdjo)
·         Peristiwa Tiga Daerah : Revolusi dalam Revolusi (Anton E. Lucas)
·         Social Change in An Agrarian Society: Madura, 1850-1940 (Kuntowijoyo)
·         Radikalisasi Petani: Esesi-Esei Sejarah (Kuntowijoyo)
·         Perubahan Sosial di Yogyakarta (Selo Sumardjan)
·         Sejarah Kauman Yogyakarta Tahun 1900-1950: Studi Tntang Perubahan Sosial (Ahmad Adabi Darban)
·         Abdul Qahhar Muzakkar : Dari Pejuang Sampai Pemberontak (Anhar Gonggong);
·         Politik Islam Hindia Belanda (Aqib Suminto)

II. Dekonstruksi Sejarah Indonesia
“Gagalnya Historiografi Indonesia” karya Prof. Bambang Purwanto merupakan kritik terhadap  Historiografi Indonesia yang selama ini ditulis oleh para sejarawan karena kurang tepat menafsirkan Historiografi Indonesia-sentris. Menurutnya,  Historiografi Indonesia-sentris merupakan antithesis dari historiografi kolonial-sentris, sehingga perlu dilakukan dekonstruksi Historiografi Indonesia-sentris. Hal ini berarti Historiografi Indonesia-sentris seharusnya menulis apa yang tidak ditulis dalam historiografi kolonial-sentris. Sejarawan Indonesia seharusnya menulis sejarah mereka yang dipinggirkan dalam historiografi kolonial-sentris. Dengan demikian, penulisan sejarah yang mengusung Indonesia-sentris sebenarnya tidak berbeda dengan Historiografi Kolonial-sentris jika belum menyajikan hal-hal yang dipinggirkan dalam Historiografi kolonial-sentris. Menurut Bambang Purwanto, Historiografi Indonesia-sentris lebih menonjolkan nasionalisme, bahkan condong egosentrisme sehingga berujung pada ultranasionalisme. Begitu pula pendekatan multidimensional yang menonjolkan pendekatan structural dianggapnya tidak manusiawi.  Oleh karena itu, Historiografi Indonesia-sentris merupakan tulisan sejarah dengan sudut pandang pribumi yang seharusnya mengedepankan penulisan sejarah yang kritis dengan menempatkan rakyat sebagai pelaku sejarah tanpa egosentrisme yang berujung pada ultranasionalisme.
                Pendapat Bambang Purwato tersebut belum menguraikan secara jelas tentang pengertian kritis, rakyat, pribumi dan ultranasionalisme dalam karya sejarah Indonesia-sentris dan kaitannya dengan perkembangan sejarah yang bersifat ilmiah. Sebagian pendapat Bambang Purwanto tentang Dekonstruksi Historiografi Indonesia-sentris ada yang benar seperti beberapa karya sejarah yang ditulis oleh para mantan pejuang kemerdekaan, karena sifatnya subjektif dan lebih menonjolkan nasionalisme. Akan tetapi karya-karya sejarah lain tentang Historiografi Indonesia-sentris yang menggunakan pendekatan ilmu sosial (multidimensional) tidak menonjolkan nasionalisme yang berlebihan, karena menggunakan metode ilmu sejarah (ilmiah) dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial dan berdasarkan fakta-fakta yang terseleksi.    

III. Historiografi Asia Tenggara (HAT)
3.1 Fungsi sejarah dalam tradsisi Historiografi Asia Tenggara:
·         legitimasi raja;
·         ajaran moral;
·         hiburan;
·         raja/istana sentris;
·         kronologi, tetapi akurasi kurang penting;
·         pengaruh kolonial relatif “tipis”.
Pada awalnya sejarah tidak difungsikan untuk mengungkapkan fakta sejarah, sehingga tidak ada kepentingan untuk fakta sejarah. Historiografi Asia Tenggara didominasi ajaran moral dari agama yang dominan di masing-masing Negara. Historiografi Asia Tenggara ditulis oleh bangsa barat dan local dengan visinya sendiri-sendiri, sehingga muncul ko-eksistensi penulisan sejarah tradisional dan histriografi modern.
3.2 Ciri-ciri historiografi tradisional di Asia Tenggara:
·         kuat genealogi, lemah kronologi (tidak ada penanggalan)
·         Menekankan gaya bercerita, anekdot dan pendidikan agama
·         kingship: loyalitas dam kontinuitas kekuasaan
·         kosmologi dan astrologis lebih menonjol daripada penjelasan kausalitas-progress;
·         agama sebagai pemisah
·         perbedaan bahasa merupakan hal yang eksklusif
·         Policy (kebijakan) penyebaran karya sejarah dari penguasa
·         Analisis penilaian kronik berdasarkan pendekatan budaya
3.3 Beberapa contoh pengaruh agama dan budaya dalam historiografi Asia Tenggara:
·         Abad ke XIII Buddha Teravada berpengaruh pada bangsa Mon/Khmer;
·         Abad ke XVIII Buddha Teravada berpengaruh di Birma – Xazawin
·         Abad ke XVI-XVIII Buddha Teravada berpengaruh di Tahiland, misalnya P’ongsawadan
·         Abad ke XIV-XVII Hindu/Buddha/Islam berpengaruh di sebagian besar wilayah nusantara/Indonesia:
-          Jawa dengan babad, Carita
-          Melayu dengan hikayat
·         Abad ke XIII Confusius dari Cina berpengaruh di Vietnam, misalnya pad tahun 1272 muncul Dai Viet Su Ky Toan Thu yang mendapat pengaruh dari Cina
·         Abad ke XVI Kristen-Katolik berpengaruh di Philipina
3.4 Beberapa contoh Historiografi Tradisional Asia Tenggara:
·         Indonesia:
-          Nagarakertagama (1365 M)
-          Babad Tanah Jawa
-          Hikayat Aceh
-          Bustanul al-Salatin (1637)
·         Malaysia
-          Sejarah Melayu (1612) : Tun Sri Lanang
·         Vietnam
-          Dai Viet Su Ky Toam Thu (1789 M)
·         Thailand
-          Sangityawamsa (1789)
3.5 Contoh Historiografi Modern Asia Tenggara
a. Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Seni Belanda menerbitkan beberapa Historiografi Modern:
-          Bataviasche en Wetenschappen (1778);
-          W.Marseden menulis tentang History of Sumatra (1783)
-          Thomas Standford Faffles menulis tentang History of Java (1817)
b. Straits Branch of Royal Asiatic Soc. Malaysia (1878)
c. Journal of Burma Research Soc.
d. Journal of The Siam Society
e. Ecolo Francoise d’ Extrima Orient. Vietnam (1900)
Sampai dengan abad ke-19 terjadi koeksistensi antara sejarah Modern dengan Sejarah Tradisional Asia Tenggara, antara lain dengan berbagai kegiatan pengkajian sejrah di Asia Tenggara, antara lain:
a. Kerajaan Muangthai mendirikan Siam Society (1917), Universitas Chulalongkorn dengan pusat kajian Sejarah Kuno dan Modern
b. Philipina:
·         Universitas Santo Thomas (1611) mendirikan pusat kajian tentang perkembangan gereja Khatolik pada masa  penjajahan Spanyol
·         Pada masa penjajahan Amerika didirikan University of Philippines (1903) mengkaji sejarah modern
 
IV. Historiografi Cina
4.1 Fungsi Sejarah pada bangsa Cina:
a.        Ajaran Moral (bersumber dari ajaran Confusius pada abad ke 6  SM)
b.        Pendidikan : bahan ujian bagi para pejabat Negara (pegawai negeri), terutama pada zaman Diasti Tang (abad ke VII-X)
c.        Keselaran dan kerukunan
4.2 Ciri-ciri Historiografi Cina:
d.        Berisi ajaran moral (bersumber dari ajaran Confusius);
e.        Kronologis
f.         Shih (sejarah - kebenaran)
g.        Etnosentris
h.        Holisme : menceritakan tentang ajaran keseimbangan antara alam dengan manusia, karena saling mempengaruhi
i.         Siklis : Sejarah tumbuh dan berkembang
j.         Archaik : sejarah sebagai panutan (guidence) untuk raja-raja kuno
k.        Sejak abad ke III telah menggunakan metode sejarah (pencatatan, konfirmasi dan kronologis), dan semakin popular setelah ditemukannya alat cetak pada abad ke XII.
4.3 Metodologi dalam Historiografi Cina
Bangsa Cina adalah salah satu bangsa yang memiliki sejarah tertua dan tidak terputus. Pertama kali sejarawan istana ditunjuk untuk menuliskan kejadian-kejadian penting (dinasti) oleh Kaisar Kunig (Huang Ti), yang juga dikenal sebagai salah satu pembentuk legendaries kebudayaan Cina. Berdasarkan penelitian Arkheologi modern, para peramal istana dinasti Shang (1751-1111 sM) telah menyimpan “arsip-arsip” ramalan mereka yang ditulis pada tulang dan batok kura-kura. Hal ini merupakan perpaduan antara cara-cara magio-religi dengan penyimpanan catatan, sehingga mempunyai akibat besar terhadap tradisi sejarah negeri Cina.
Penggunaan metode sejarah dalam Historiografi Cina (HC) adalah Liu Chih-chi (661-721) pada masa dinasti T’ang (618-906) yang merupakan karya terpenting dalam kritik sejarah, sehingga dapat dianggap sebagai tanda munculnya  sejarah sebagai ilmu yang terpisah dan bebas. Karya  Liu Chih-chi menguraikan tentang beberapa masalah dalam karya sejarah, seperti credilitas sebuah fakta sejarah,gaya dan bentuk sejarah, mutu sejarawan, pengaruh politik dalam karya sejarah dan moralitas sejarawan. Dampak dari karya Liu Chih-chi antara lain:
-          Empirisme-rasional dalam karya sejarah yang ditandai dengan berkurangnya minat terhadap kejadian-kejadian gaib dan interpretasinya, sehingga disebut aliran neo-Confusiusme
-          Munculnya tradisi empirisme dan kesarjanaan kritis, misalnya pada karya sejarah zaman Dinasti Sung (960-1279) yang menggunakan sumber-sumber sejarah yang lebih variatif, baik sumber resmi maupun tidak resmi (masyarakat di luar istana) dan berusaha menjelaskan sejarah secara rasional. Karya sejarah kritis pada zaman Dinasti Sung antara lain ditulis oleh Ssu Ma-Kuang (1019-1086) yang berjudul Tzu-chih t’ung-chien yang menguraikan tentang sejarah Cina dari tahun 403 sM sampai 956 M dengan menggunakan periodisasi dan mengkritik sumber-sumber yang meragukan.
-          Muncul kritik terhadap neo-Confusiusme (Empris-rasional) yang dianggap terlalu banyak memunculkan filosofi dan keilmuan yang hambar. Kritik tersebut memunculnya prinsip dan metode baru dalam geografi-historis, epigrafi (ilmu tentang tulisan kuno), ilmu prubakala dan lain-lain. Beberapa tokoh kelompok metode baru dalam HC antara lain : Ku Yen-wu (1613-1682), Chao I (1725-1814, Chang Hsueh-ch’ing (1738-1801).
4.4 Periodisasi Tradisi Historiografi Cina
a. Tradisi Kuno: pencatatan yang sifatnya religio-magis (1751-1111 sM) sampai dengan masa Dinasti Shang
b.     Tradisi klasik (Shu Ching): karya sejarah yang memiliki ciri genealogis dan kronik  pada masa awal Dinasti Chou (1111 sM-221 sM), antara lain :
-          Karya sejarah pada zaman Negara-negara berperang (Chan Kao, 481-221 sM)
-          Kong Hu Cu/Confusius seorang filsuf humanisme (551 sM-479 sM) muncul karya sejarah yang menekankan etika dan stabilitas memerintah dengan tujuan mendidik kebijaksanaan, mencukupi materi dan memberi suri tauladan oleh si penguasa.
-          Hubungan rakyat – raja sebagai hubungan keluarga dengan konsep Chun-Tzu (ksatria/gentlement) dan Jen (kedermawanan)
-          Ch’un ch’iu yang diperkirakan disusun oleh Confusius dan menceritakan tentang berbagai kejadian di negara Lu yang berisi ajaran moral, sehingga terkenal dengan prototype sejarah moral-normatif.
c. Zaman Dinasti Han (221 sM-220 M) : muncul karya sejarah yang menekankan ajaran moral (masih terpengaruh oleh ajaran Confusius), antara lain:
-          Ssu Ma-chi’en dengan karyanya Shih Chi yang menguraikan tentang sejarah Cina dari zaman samar-samar sampai dengan tahun 100 sM.
-          Pan Ku menulis tentang Ch’ien Han Shu (Dinasti Han Awal) yang merupakan sejarah dinasti pertama dari rangkaian sejarah dinasti (Tuan-tai Shih)
d. Zaman Perpecahan (220 – 589) : Pusat kebudayaan Cina berada di Cina Utara yang berada di bawah dominasi bangsa penyerbu dari bangsa “barbar”. Namun pada masa ini penagruh Budhisme mulai masuk dalam kebudayaan Cina yang berpengaruh pada pemikiran bangsa Cina tentang manusia, masyarakat dan kosmos, sehingga Historiografi Cina menjadi lebih bebas dan kritis. Karya sejarah zaman ini antara lain Liu Shieh (465-522), karya sastra yang juga mempersoalkan keobjektifan dan subjektifitas (prasangka) dalam historiografi Cina
e. Zaman Dinasti T’ang (618 - 906) atau zaman Cina bersatu, menjadi zaman keemasan untuk kesenian dan ksesusastraan. Bahkan untuk pertama kali sejarah menjadi kurikulum bagi ujian pegawai Negara. Pada masa ini terjadi perluasan birokrasi yang bertugas untuk mencatat peristiwa-peristiwa, memproses dokumen, memelihara arsip dan menulis sejarah, sehingga memunculkan pembagian sejarah resmi dan tidak resmi. Beberapa karya sejrah zaman Dinasti T’ang antara lain:
-          Tu Yu (735-812) dengan karyanya T’ung Tien yang menguraikan Ensiklopedi tentang sejarah Cina, sehingga dapat dianggap sebagai sejarah institusional pertama Cina.
-          Liu Chih-chi (661-721) menulis tentang Shih Tung (Ikhtisar Sejarah) yang merupakan kritik terhadap sejarah resmi versi istana, sehingga dapat dianggap munculnya karya sejarah sebagai ilmu.
f. Zaman Dinasti Sung (906 - 1279): Pada masa ini muncul karya sejarah yang kritis dan kuat dengan tradisi empiris atau dengan dikenal dengan mazhab neo-Confusius. Beberapa karya sejarah pada zaman ini:
-          Ssu Ma Kuang (1019-1086) karyanya Tzu Chih t’ungchien yang menguraikan  sejarah Cina yang diatur dalam bentuk tahunan.
-          Ma Tuan Lin (1250-1325) menulis tentang We-hsien t’ung-k’ao yang merupakan Sejarah Institusional Cina ke-2.
g. Zaman Dinasti Manchu atau Ch’ing (1644-1911): Pada masa ini muncul karya sejarah yang mengkritik model neo-Confusius yang menekankan keilmuan dan filosofis yang hambar. Oleh karen aitu muncul karya-karya sejarah yang Erpiris-rasional yang menyebabkan munculnya metode baru dalam geografis histories, epigrafi dan ilmu kepurbakalan. Ketika system kekasaran dam kekolotan Confusius runtuh. Metode dan semangat keraguan orang-rang Cina tergambar dalam modernisasi Historiografi modern Cina. Beberapa karya sejarah pada zaman ini:
-          Kun Ye Wu (1613-1682)
-          Chao I (1725-1814) menulis tentang We-hsien t’ung-k’ao yang merupakan Sejarah Institusional Cina ke-2.
-          Chang Hsueh-ch’ing (1738-1801) : mengetengahkan suatu konsepsi sintesis sejarah dan gagasan tentang mutu sejarawan yang merupakan gagasan baru dalam Historiografi Cina.
h. Zaman Modern (1911-Sekarang): Pada masa ini muncul karya sejarah yang dipengaruhi model Jepang dan Barat. Beberapa kegiatan yang berhubungan dengan Historiografi Cina antara lain:
-          Lembaga Sejarah dan Filologi  yang merupakan bagian dari Academia Sinica yang dibentuk pada tahun 1928
-          Gerakan 4 Mei 1919 yang mencari kebudayaan baru Cina untuk disesuaikan dengan zaman modern
-          Kebangkitan intelektual Cina pada tahun 1920-an
-          Muncul jurnal-jurna tentang sejarah ekonomi, arsitektur dan lain pada tahun 1930-an
-          Munculnya pengaruh Marxisme (sejak 1949) dalam Historiografi Cina pada masa kekuasaan Partai Komunis Cina di Cina daratan, sedangkan Academia Sinica dikembangkan oleh kelompok Cina nasionalis di Taiwan. Namun masih banyak pembatasan-pembatasan sehingga sehingga tidak ada karya besar semacam perpaduan (sintesis) dan interpretasi muncul, baik di Cina daratan maupun di Taiwan

V. Historiografi Jepang
5.1 Kepercayaan Bangsa Jepang
Kepercayaan atau agama bangsa Jepang adalah Shinto dengan suatu kepercayaan bahwa kaisar Jepang adalah keturunan dewa dan menjadi pusat dunia. Meskipun pada perkembangan berikutnya agama Shinto mendapat pengaruh dari ajaran Confusius dan Budhis. Ajaran Confusius berpengaruh pada kebijakan politik dan agama Budha memepngaruhi budaya, terutama cara pandang bangsa Jepang terhadap norma sosial dan budaya (baik-buruk).
5.2 Ciri Historiografi Jepang (HJ):
·         Nasionalistik bangsa Jepang
·         Sejarah local dengan berbagia aspek
·         Pencatatan sumber (sejarah)
5.3 Fungsi Historiografi Jepang:
·         Identitas bangsa
·         Pendidikan moral
·         Pendidikan budaya
·         Politik
Bangsa Jepang tidak pernah rela menduduki tempat kedua di dunia, sehinga bangsa Jepang menyesuaikan Historiografinya di jaman modern ini dengan kebutuhannya untuk menjadi bangsa yang paling unggul di dunia. Sejarah dan bangsa mempunyai hubungan yang erat, maka Historiografi Jepang diarahkan untuk kepentingan Negara, baik untuk memberikan pengertian kepada rakyat mengenai bahaya dari penerusan nilai-nilai tradisional maupun sebagai alat pembenaran terhadap perubahan yang cepat yang dilakukan pemerintah dalam rangka pembaharuan.
5.4 Perkembangan Historiografi Jepang:
b.        Kojiki atau catatan kuno (720): berisi cerita-cerita tentang rakyat Jepang dari mulai “Zaman Dewa-Dewa” pada masa berdirinya kekuasaan Yamato sampai berakhirnya pemerintahan Ratu Suiko tahun 628.  Koiji menjadi berpengaruh besar pada abad ke-18 ketika sarjana-sarjana nasionalis Jepang menemukan arsipnya dalam rangka mencarai identitas bangsa Jepang yang didasarkan pada nilai-nilai murni bangsanya.
c.        Nihon Soki atau “Babad Jepang” (887), ditulis dalam bahasa  dan model sejarah Cina serta dianggap mulai munculnya sejarah resmi di Jepang. Pada perkembangannya sejarah resmi kehilangan artinya ketika kekuasaan politik riil beralih ke tangan para Shogun (ksatria/tantara), sedangkan kaisar Jepang “dimulyakan” sebagai “pengesah” yang suci sehingga hanya sebagai symbol. Nihon Soki berisi tentang:
-          sejarah dinasti Jepang secara kronologis, kejadian-kejadian di istana kekaisaran sampai tahun 887 yang terkenal Rikkokushi (Enam Sejarah Nasional)
-          Mitos tentang dewa-dewa, cikal bakal bangsa Jepang, dan Kaisar sebagai anak Dewi Amaterasu (Dewi Matahari)
d.        Pada abad ke-10 muncul sejarah partikelir, seperti Monogatori (hikayat-hikayat), Kagami (cermin-cermin), Okagami (cermin besar) yang merangkaikan sejarah Jepang sampai abad ke-11 ketika bangkitnya kekuasaan keluarga Fujiwara yang kemudian menguasai istana
e.        Zaman pertengahan (abad ke12 samapai abad ke-14), karya sejarah didominasi pengaruh ajaran Budha. Beberap karya sejarah jamn pertengahan antara lain:
-    Nichiren (1222-1282)
-    Gukasho (bunga rampai dari pandangan-pandangan yang kurang mengerti) yang ditulis oleh Pendeta Fujiwara Jien (1155-1225).
-    Jinno Shotoki (catatan tentang asal usul yang benar dari kaisar-kaisar kedewaan) yang ditulis oleh Jenderal Kitibatake (1291-1354)
f.         Zaman Tokugawa (1600-1868), karya sejarah didominasi keluarga Tokugawa dalam rangka legitimasi kekuasaan maupun untuk tujuan praktis dalam mengelola politik negara sertia untuk pendidikan. Karya sejarah zaman Tokugawa dikembangkan sejarah yang menunjang berpikir bangsa Jepang yang lebih rasional dan menolak mistik-mistik dari ajaran Budha. Beberapa karua sejarah zaman Tokugawa antara lain:
-    Honcho  tsugan atau cermin besar mengenai Jepang (1670).
-    Arai Hokuseki (1657-1725)
-    Tokugawa Jiki atau Sejarah yang benar mengenai keluarga Tokugawa (1809-1849)
-    Dai Nihon Shi atau “Sejarah Jepang” (1657-1906)
g.        Zaman Meiji, pada amasa ini terjadi pembaharuan Historiografi Jepang denga peranan pemerintah, antara lain:
-    Sejarah dianggap penting sebagai cara untuk menemukan identitas bangsa, struktur pemerintahan dan hukum di  Jepang
-    Dibentuk Dinas Heuristik Negara (1869)
-    Disusun Sejarah Nasional
-    Disusun Ensiklopedi (Kojiruen)
-    Sejaah sebagai sumber patriontisme bangsa Jepang
-    Konsep dan metodologi sejarah menggunakan model Barat, misalnya didirikannya Jurusan Sejarah di Universitas Tokyo dengan meniru model Jerman (1895)



h.        Historiografi Modern (1890-sekarang)
Historiografi Jepang menjadi disiplin yang modern selama 40 tahun setelah tahun 1890. Hal ditandai denga beberapa perkembangan dalam Historiografi Jepang, yaitu:
-          Penyempurnaan metodologi sejarah modern
-          Penulisan studi-studi monografi secara khusus mengenai pranata-pranata dan aspek-aspek yang khas dari peradaban Jepang
-          Persiapan survei-survei sejarah secara umum
-          Penerbitan buku-buku referensi dan bahan-bahan sumber
-          Pada tahun 1930 Historiografi Jepang berfungsi sebagai alat propaganda
-          Pada tahun 1945 Historiografi Jepang meninjolkan superioritas bangsa  Jepang
-          Pasca Perang Dunia II, sejarawan Jepang terbagi dua, yaiotu kelompok akademis dan kelompok Marxis.

VI. Historiografi Islam
Historiografi Islam berkembang bersamaan dengan perkembangan dan penyebaran agama Islam. HI adalah karya sejarah yang ditulis oleh penganut agama Islam dari berbagai aliran. Selain itu, masih banyak karya-karya sejarah yang ditulis dalam bahasa-bahsa lainnya, seperti bahasa Persia dan Turki.
6.1 Fungsi Historiografi Islam
-          Eksistensi agama Islam
-          Perkembangan Islam melalui biografi penyebar agama Islam, misalnya Sejarah Nabi Muhammad, para sahabat Nabi Muhammad, para ulama dan lain-lain. Sehingga Sejarawan Islam menjadi transmitter kesaksian tentang Islam dan peristiwa-peristiwa penting dalam penyebaran agama Islam
6.2 Tujuan Historiografi Islam (HI)
-          Misi penyebaran Islam
-          Pendidikan moral
-          hiburan

6.3. Pengaruh Tradisi Islam terhadap perkembangan Historiografi dari bangsa- bangsa lain, seperti Melayu (Malaysia), Indonesia, India dan Afrika :
-          Kontak budaya antara orang Islam dengan cendekiawan non Islam atau orang-orang di daerah yang telah tersebar agama Islam mendorong/memotivasi munculnya Historiografi Islam dalam bahasa non-Arab, seperti bahasa Persia, bahasa Turki, bahasa Melayu dan bahasa Indonesia;
-          Munculnya sejarah tentang para ulama dan penyebar agama Islam di daerah-daerah non Arab (Afrika, India, Malaysia, Indonesia dan lain-lain)
-          Munculnya sejarah/biografi para ulama non Arab yang mengajarkan tentang moral yang baik  
-          Politik: munculnya sejarah kerajaan-kerajaan Islam di daerah-daerah non-Arab misalnya Mesir (Dinasti Fatimyah), India (Dinasti Moghul), Malaysia (Kerajaan Melaka), Indonesia (Kerajaan Aceh, Demak, Mataram, Maluku, Banten, Cirebon dan lain-lain);
-          KebudAyaan : Bahasa dan kebudayaan Islam/Arab memperkaya bahasa dan kebudayaan lokal,  misalnya di Malaysia, Indonesia, Iran, Pakistan, Mesir, Turki dan lain-lain
-          Ilmu pengetahuan: HI memperluas penyebaran ilmu pengetahuan, baik ilmu agama Islam maupun ilmu umum (filsafat, geografi, matematika, kimia, kedokteran dan lain). Selain itu muncul lembaga-lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah, pesantren (di Jawa) dan perguruan tinggi seperti Al-Azhar (Mesir)
-          Pengaruh Islam juga tampak pada perkembangan sejarah di Afrika, terutama Afrika Utara, Afrika Timur dan Afrika Barat. Sebagai tambahan kepada genealogi spritual atau roh dan genealogi yang nyata, penulis-penulis Islam menghasilkan  sejumlah tarikh dan kronika, khususnya antara abad ke-11 dan ke-17. Pada  abd ke-14 muncul karya Ibnu Khaldun (seorang sejarawan dari Tunisia) yang menulis tentang Prolegomena.
-          Penulis-penulis Islam tertarik pada kehidupan keagamaan dan ekonomi   di pusat-pusat utama agama-agama Islam, seperti di Afrika, Persia, India (Dinasti Moghul), Malaysia (Melaka) dan Indonesia (Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Maluku dan lain-lain).

6.4 Tradisi menulis sejarah bangsa Arab/bangsa yang beragama Islam
a. Tradisi menulis sejarah bangsa Arab/islam:
Tradisi menulis sejarah bangsa Arab/bangsa yang beragama Islam dimulai dari mengkisahkan perkembangan agama Islam. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
-          Motivasi penulisan sejarah Islam terletak pada konsep Islam sebagai agama yang mengandung sejarah. Nabi Muhammad (+ 570-632) diyakini sebagai puncak dan pelaksanaan suatu proses sejarah yang dimulai dengan terciptanya alam dan manusia pertama (Nabi Adam) sampai datangnya kiamat.
-          Penyebaran agama Islam diyakini memiliki mata rantai dengan para nabi-nabi sebelumnya yang diutus oleh Tuhan, termasuk nabi-nabi yang diklaim oleh agama-agama samawi lain (Yahudi dan Kristen)
-          Nabi Muhammad dianggap oleh kaum muslimin sebagai pembaharu sosial agama yang melaksanakan kenabiannya dan untuk memberikan tuntunan bagi masa depan umat Islam
-          Segala uncapan dan perilaku Nabi muhammad diyakini sebagai contoh bagi pengikutnya (kaum muslimin) dalam beribadah, baik ritual maupun sosial. Dengan demikian, diperlukan catatan yang jelas sesuai dengan fakta dan metodologi sejarah kritis tentang sejarah hidup Nabi Muhammad, sehingga memunculkan tradsisi menulis sejarah nabi dan Hadits Nabi Muhammad S.A.W.
b. Beberapa kisah sejarah yang dirayatkan:
·         Menghafal silsilah dan keturunan para Nabi, para sahabat Nabi, para ulama, sultan dan tokoh-tokoh penting lainnya
·         Tarikh Nabi Muhammad
·         Sejarah para sahabat Nabi Muhammad
·         Sejarah cara nabi beribadah, baik ritual (sholat, puasa, berhaji) maupun sosial (zakar, berkurban dan lain-lain) yang disebut dengan Hadits. Hadits-hadits tersebut menjadi rujukan cara-cara beribah kaum muslimin.   
·         Sejarah para ulama penyebar agama Islam
c. Bentuk Historiografi Islam:
-          Kronik: misalnya Az-Zubair (abab ke-7) yang menguraikan tentang Peperangan Zaman Nabi Muhammad, At-Thabarri (923 M)
-          Biografi, misalnya karya sejarah yang ditulis oleh Ibn Ishaq (abad ke-8) yang menulis tentang “Sirah Nabi Muhammad”, Sejarah para ulama terkenal dan ahli-ahli kedokteran
-          Sejarah Politik, misalnya karya Al-Mas’udi
d. Penulis Sejarah dalam Historiografi Islam
-          ahli agama (ulama)
-          sejarawan istana
-          sejarawan professional, misalnya Al-Magrizi (abad ke-15) dari Mesir
-          Sejarawan amatir, misalnya Imad ‘ad-Din al Isfahami (1201) dari Persia (Iran) dan Bark Ash’sha’bi (seorang pejabat istana)
-          Sejarawan metodologis, misalnya al-Kafiaji (1474), As-Shakawi (abad ke-15), Ibnu Khaldun (abad ke-15)
e. Hellenisme yang mempengaruhi Historiografi Islam:
-          Filsafat Aristoteles
-          Eskatologi Islam
f. Historiografi Islma Modern
-          Pada abad ke-19 mulai berkembangnya minat para sejarawan Islam terhadap karya sejaran non Islam
-          Pada abad ke-20, sejarah digunakan sebagai alat perjuangan melalui studi sejarah tentang kejayaan Islam pada masa lampau
g.     Sejarah dengan pendekatan Sosiologi dan Antropologi
Ibnu Khaldun (1332-1406) menulis “Kitab al Ibar, khusunya bagian “Mukkadi’mah (1377). Ibnu Khaldun dikenal juga sebagai ahli metodologi sejarah dengan mengelompokan sejarah menjadi dua, yaitu sejarah sejarah eksternal yang berfungsi sebagai informasi dan sejarah internal yang berfungsi sebagai kausalitas. Sejarah adalah ilmu yang kritis tentang kebudayaan dan masyarakat manusia.  


h.     Tradisi dan Metodologi HI:
Tradisi Historiografi Islam menjadi rujukan dalam mengungkapkan fakta-fakta sejarah. Beberapa tradisi dan metodologi HI:
-          Menghafal silsilah dan keturunan para Nabi, para sahabat Nabi, para ulama, sultan dan tokoh-tokoh penting lainnya
-          Oral transmission atau isnad (sandaran/sumber sejarah)
-          Oral tradition
-          Pencatatan: kebiasaan mencatat suatu peristiwa, seperti biografi, perjalanan seorang musafir, hadits nabi dan lain-lain
-          Tarikh Hijrah dimulai pada tahun 638 Masehi, ketika terjadi pengusiran kaum Muslimin dari Mekkah dan berhijrah (pindah) ke Abesenia (Ethiopia) dan Madinah

VII. Historiografi Afrika (HA)
                Kajian sejarah Afrika harus menggunakan pendekatan interdisipliner, terutama Antropologi karena tradisi sejarah Afrika lebih banyak dalam bentuk tradisi lisan, seperti cerita-cerita, fabel-fabel, peribahasa-peribahasa yang diceritakan orang-orang tua kepada yang lebih muda sebagai bagian dari pendidikan umum. Unsur asli dalam Historiografi tradisi Afrika (HA) adalah adanya kepercayaan yang asasi kepada adanya kelanjutan hidup, yaitu suatu kehidupan sesudah mati, suatu persamaan antara yang hidup dan yang mati, dan generasi-genarasi yang belum dilahirkan adalah asasi untuk semua kehidupan agama, sosial dan politik. Kepercayaan ini terdapat di antara semua orang Afrika. Setiap komunitas, baik besar maupun kecil (keluarga, klen, desa, kota dan negara) memiliki tradisi yang tetap mengenal asal mulanya yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Tradisi ini menjadi dasar pokok dari pandangan komunitas mengenai sejarah, termasuk sejarah Afrika.
Tradisi lisan tersebut menjadi kajian para Antropolog, seperti James Africanus Horton (Sierra Leone), Carl C. Reidorf dan John M. Sarbah (Gana, Ottomba Payne dan Samuel Johson (Nigeria) dan Apolo Kagwa dari Uganda. Mereka menemukan dan mengkaji kebudayaan Afrika ditambah dengan catatan-catatan para penyebar agama dan pemerintah merupakan sumber sejarah dalam Hsitoriografi Afrika. Selain itu, ada juga yang meneliti “Tribe-tribe” seperti yang dilakukan oleh Frans Boas dan Emil Torday. Catatan tetang sejarah kebudayaan Afrika lebih dahulu ditemukan oleh para antropologi, meskipun pada mulanya mereka tidak tertarik pada ilmu sejarah, maka penengkajian studi sejarah Afrika harus menggunakan pendekatan antropologi. Di samping itu, tradisi-tradisi lisan yang berkembang dalam sejarah Arfika memerlukan interpretasi dari sudut pandang antropologi untuk menjelaskan makna-makna dari cerita, fabel, peribahasa-peribahasa dan lain-lain sehingga dapat digunakan sebagai sumber sejarah.
                Menurut Dike dan Ajayi (1985: 116), kebenaran sumber-sumber sejarah Afrika yang tidak tertulis tidaklah diragukan bagi penelitian sejarah sebagaimana telah ditemukan sebelumnya, meskipun merupakan sesuatu yang baru bagi departemen-departemen sejarah di universitas untuk menerimanya. Hal ini dipertegas oleh para ahli Antropologi yang meneliti tentang kebudayaan Afrika, bahwa tradisi lisan dalam sejarah kebudayaan Afrika, tidak dapat diinterpretasikan hanya menurut segi fungsinya, karena tidak merusak kebenarannya sebagai suatu material (fakta) bagi sejarah. Hal ini merupakan suatu argumen untuk suatu langkah kembali kepada garis antara  sejarah dan sosiologi yang dianjurkan oleh Ibnu Khaldun (abad ke-14). Pendekatan interdisipliner merupakan arah yang paling menhasilkan dalam historiografi Afrika dalam masa-masa terakhir.[1]
Ada tiga kegiatan dalam mendorong pendekatan interdisipliner ini, yaitu:
a.              Pembentukan institut-institut khusus studi-studi Afrika di mana ahli-ahli sejarah, antropoli, ilmu bahasa dan ilmu kepurbakalaan bekerjasama, baik dalam penelitian maupu training-training ahli-ahli sejarah di masa yang akan datang;
b.              Proyek-proyek kebudayaan sejarah yang khusus seperti proyek-proyek Benin dan Yoruba untuk memberikan penerangan mengenai sejarah kebudayaan dari suatu kebudayaan tertentu oleh Tim Peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu;
c.              Pembentukan perkumpulan-perkumpulan dan diadakannya konperensi-konperensi atau kongres-kongres secar periodik mengenai sejarah Afrika atau studi-studi Afrika secara umum. Dengan demikian para ahli dari berbagai disiplin ilmu dapat berdiskusi dan memberi masukan dalam memecahkan berbagai masalah dalam sejarah Afrika



DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono. 1986. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia. Suatu ALternatif. Jakarta: PT. Gramedia
-------------------------. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia
Kuntowidjoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya
-----------------. 2003. Metodologi  Sejarah. Edisi Kedua. Yogyakarta: FIB UGM-PT. Tiara Wacana
Pranoto, Suhartono W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Madjid, M. Saleh dan Abd. Rahman Hamid. 2008. Pengantar Ilmu Sejarah. Makassar: Rayhan Intermedia.
Surjomohdardjo, Abdurrachman dan Taufik Abdullah. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi. Arah dan Prespektif. Jakarta : YIS Lekna LIPI-PT. Gramedia.
Suroyo, Yuliati. 2010. Bahan-Bahan Kuliah Historiografi. Semarang: Program Magister Ilmu Sejarah - Undip


[1] Abdullah, Taufik dan Abdurrachman Surjomihardjo (Ed.). 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi Arah dan Prespektif. Jakarta: PT.  Gramedia.